Makalah Sosiologi Pendidikan (Sekolah Sebagai Sistem Sosial) | TERBARU UPDATE HARI INI
BLOG INI AKAN SELALU UPDATE SETIAP HARI ! SILAHKAN BAGI YANG MAU RREQUES

Makalah Sosiologi Pendidikan (Sekolah Sebagai Sistem Sosial)

Untuk anda yang ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan klik link dibawah ini!.
BAB I
PENDAHULUAN

Terbentuknya lembaga pendidikan merupakan suatu konsekuensi logis dari taraf perkembangan masyarakat yang sudah semakin kompleks. Sekolah sebagai suatu lembaga tidak terlepas dari adanya interaksi yang terjadi antar elemen sekolah tersebut. Elemen-elemen sekolah dengan individu-individu yang ada didalamnya, serta kelompok kelompok yang kesemuanya berfungsi sebagai suatu kesatuan membentuk suatu interaksi. Yang dalam ineraksi tersebut semuanya saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Sehinnga dalam ineraksi tersebut menimbulkan hibungan social.

Tujuan sistem formal sekolah adalah melayani beberapa tujuan sistem sosial. Bagaimanapun juga tidak akan selalu terdapat kesepakatan tentang tujuan utama yang harus dicapai pada masing-masing sekolah dan bagaimana cara untuk mencapainya.
Birokrasi adalah merupakan rasional efisiensi organisasi yang setiap anggotanya hanya bertanggung jawab pada tugas yang dipegangnya dan dia mampu (kompeten) untuk
melakukannya (Bahar, 1989:103).Mobilitas sosial ialah gerakan individu dari suatu posisi sosial ke posisi yang lain dalam struktur soaial.










BAB II
PEMBAHASAN

A.       Sekolah sebagai sistem social
Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin yaitu skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti dan estetika (seni)). Namun saat ini kata sekolah telah berubah arti menjadi suatu bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
Sistem social  merupakan ciptaan dari manusia, dalam hal ini sistem sosial terjadi karena manusia adalah makhluk sosial. Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani systema yang mempunyai pengertian yakni
1.      Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian.
2.      Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur.
Jadi, dengan kata lain istilah systema itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan. sedangkan pengertian sistem sosial, menurut jabal Tarik ibrahim dalam bukunya sosiologi pedesaan, adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang mempunyai hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan sejumlah orang dan kegiatannya itu berlangsung terus-menerus.
Dari tiga hal di atas terdapat tiga hal pokok, yaitu:
1.      Dalam setiap sistem sosial ada sejumlah orang dan kegiatannya.
2.      Dalam suatu sistem sosial, orang-orang atau kegiatan-kegiatan itu berhubungan secara timbal-balik.


Hubungan yang bersifat timbal-balik dalam suatu sistem sosial bersifat konstan.
Dari uraian tadi menunjukkan bahwa sistem sosial merupakan kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (elemen atau komponen), yaitu :
1.      Orang atau kelompok beserta kegiatannya.
2.      Hubungan sosial, termasuk di dalamnya norma-norma, dan nilai-nilai yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok tersebut.

Sebagai sistem sosial, sekolah merupakan akumulasi komponen - komponen social. Integral yang saling berinteraksi dan memiliki kiprah yang bergantung antara satu sama lain. Eamroni,  menyatakan bahwa pendekatan microcosmis melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri, yang di dalamnya memiliki unsur-unsur untuk bisa disebut suatu masyarakat,seperti pemimpin, pemerintahan, warga masyarakat atau aturan dan norma-norma sertak kelompok-kelompok sosialnya. Sesuai dengan pendekatan fungsional struktural, lembaga sekolah diibaratkan masyarakat kecil yang memiliki kekuatan organis untuk mengatur dan mengelola komponen-komponennya. Bagian-bagian tersebut diatur dan terintegrasi dalam naungan sistem kendali sosial berwujud organisasi formal.
Pedoman formal merupakan rujukan fundamental dari seluruh latar belakang sikap dan perilaku para pengemban status dan peran di sekolah.
Keberadaan guru, siswa, kepala sekolah, psikolog atau konselor sekolah, orang tua,siswa, pengawas, administratur merupakan komponen-komponen fungsional yang berinteraksi secara aktif dan menentukan segala macam perkembangan dinamika kehidupan sekolah sebagai organisasi pendidikan formal. Sehingga disini fungsional strukural melandasi pandangan kita untuk melihat berbagai peran dan status formal di sekolah sebagai satu-satunya pedoman mendasar atas segala aktifitas yang dilakukan oleh warganya. Seluruh warga pengemban kedudukan telah tersosialisasi norma-norma sekolah sesuai dengan porsi statusnya sehingga menyokong terbinanya stabilitas sosial dalam sekolah. Manifestasi peran mendasar norma norma sekolah telah mengikat  warganya dalam nuansa integritas kesadaran yang tinggi.[1]

B.Tujuan sistem sosial sekolah
Tujuan organisasi sekolah tentu saja sangat berbeda dari tujuan organisasi yang bersifat komersial yang bertujuan untuk menghasilkan suatu produksi, atau yang dalam prosesnya adalah memproses barang mentah sebagai inputnya menjadi barang jadi sebagai outputnya. Input sekolah adalah anak-anak yang memiliki berbagai macam tingkah laku dan inilah yang diproses. Tentu hasil output sekolah lebih kompleks sebab inputnya bukan barang jadi. Sekolah sering diperhadapkan pada tuntutan yang beraneka ragam dari berbagai sumber seperti murid-murid, guru-guru, para orang tua, pendapat dari masyarakat umum.
Tujuan sistem formal sekolah adalah melayani beberapa tujuan sistem sosial. Bagaimanapun juga tidak akan selalu terdapat kesepakatan tentang tujuan utama yang harus dicapai pada masing-masing sekolah dan bagaimana cara untuk mencapainya. Ada sekolah yang menekankan pada ketrampilan, ada yang menekankan pada seni, ada yang menekankan pada olah raga, ada yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan, dan ada yang menekankan pada pendidikan moral bahkan ada yang menitik beratkan pada pendidikan agama.
1.      Tujuan masyarakat
Suatu masyarakat mempunyai tujuan khusus mengenai sistem pendidikan yang akan dilaksanakan di sekolah. Setiap masyarakat pada setiap bangsa mempunyai tujuan sistem pendidikannya. Pada masyarakat yang homogen biasanya konsensus mengetahui tujuan utama (key goals) yang akan dicapai. Sedangkan pada masyarakat yang heterogen biasanya mempunyai banyak pilihan tentang tujuan yang akan dicapai yang berkenaan dengan Sosiologi Pendidikan. Tujuan masyarakat ini tidak terlepas dari tujuan umum yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945. Bahwa pendidikan ini sangat luas dimana setiap warga negara dijamin untuk menikmati pendidikan itu, agar dapat trampil untuk mengembangkan dirinya menjadi manusia yang bertanggung jawab atas dirinya dan orang lain. Mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang: 1) beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2) memiliki pengetahuan dan ketrampilan, 3) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, 4) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Secara umum masyarakat mempunyai harapan agar pendidikan di sekolah dapat memberikan bekal ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk membekali peserta didik agar dapat berkembang di masyarakat.
2.      Tujuan sekolah
Masing-masing sekolah mempunyai tujuan sesuai jenis dan tingkat sekolah itu. Dalam kurikulum setiap sekolah sudah tercantum tujuan sekolah itu. Tujuan sekolah dapat dicapai dengan cara menjabarkan materi-materi yang tercantum dalam kurikulum ke dalam kegiatan yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Suatu hal yang patut diingatkan bahwa tujuan sekolah tidak berbeda atau bertentangan dengan dasar negara. Tujuan suatu sekolah selalu mendukung pencapaian tujuan umum sebagaimana diuraikan sebelumnya. Tujuan yang ingin dicapai setiap jenis lembaga sekolah disebut tujuan institusional. Tujuan pendidikan sekolah tidak hanya menguasai bahan pelajaran, tetapi dapat menggunakan apa yang telah dipelajari itu untuk mampu belajar sendiri dan membina diri kapanpun dan dimanapun juga dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seumur hidup (PSH) yaitu mencapai kualitas hidup pribadi, sosial dan profesional seoptimal mungkin.
Pendidikan sekolah hendaknya bertujuan agar siswanya:
a.       Menyadari perlunya belajar seumur hidup dalam usaha mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya dalam masyarakat.
b.      Meningkatkan kemampuan belajar atau educability
c.       Memperluas daerah belajar
d.      Memadukan pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman belajar di luar sekolah

3.      Tujuan individu
Sekolah sebagai suatu organisasi di mana setiap anggotanya sebagai individu yang berada di dalamnya mempunyai tujuan tersendiri. Secara umum sekolah sebagai lembaga mempunyai tujuan kelembagaan (tujuan institusional); tetapi siswa-siswa sebagai individu tentu bervariasi. Apabila tujuan siswa-siswa tidak disingkronkan dengan tujuan kelembagaan mustahil hasil yang diharapkan tercapai. Bagaimanapun pihak sekolah merencanakan dan meningkatkan kualitas proses belajar pembelajaran agar mutu pendidikan di sekolahnya tinggi, tetapi tanpa dibarengi dengan tujuan individu-individu hasil yang diharapkan menjadi sirna.
Jadi dengan sendirinya dapat kita katakan bahwa tujuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan sekolah sebagai suatu organisasi. Untuk itu, pemerintah harus memperbaiki mutu sekolah dengan memberikan arahan dan perbaikan kegiatan belajar mengajar yang didukung oleh tenaga kependidikan yang kompeten dan dapat memahami tujuan individu yang sedang belajar. Konsep kurikulum berbasis kompetensi sesungguhnya dapat menjawab permasalahan ini, sebab dengan pemahaman yang mendalam terhadap kompetensi siswa akan membantu pemahaman tujuan individu. Kompetensi yang diharapkan adalah menyangkut cognitif dan affective (B. Bloom) serta psychomotor (E. Simpson).[2]

C.    Sekolah sebagai suatu Birokrasi
Birokrasi adalah merupakan rasional efisiensi organisasi yang setiap anggotanya hanya bertanggung jawab pada tugas yang dipegangnya dan dia mampu (kompeten) untuk melakukannya (Bahar, 1989:103). Di sekolah adalah merupakan organisasi yang memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai dalam rangka proses pencapaian tujuan melibatkan semua anggota yang berada dalam unit sekolah tersebut, berkaitan dengan anggota yang ada diharapkan semua mampu melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya, sebab di dalam suatu organisasi adalah masing-masing anggota telah memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan bidangnya masing-masing, misalnya antara guru dan kepala sekolah bertugas memandu organisasi sekolah, pustakawan mengelola perpustakaan, tata usaha ber  tanggung jawab tentang ketatausahaan.
Menurut Ronald B. Covin dalam Bahar (1989:103) disebutkan bahwa birokrasi itu merupakan istilah yang pejorative (tidak disukai atau buruk) dan terlintas kesan sebagai suatu yang tidak efisien atau organisasi yang tidak praktis.
Tetapi hal tersebut tidak seluruhnya benar sebab dengan birokrasi maka kepemimpinan terkontrol, dan apabila ada kesalahan menjadi tanggung jawab seorang pemimpin. Menurut Rodman B. Webb dalam Bahar.bahwa sekolah itu adalah istimewa atau mempunyai kekhususan sebab dia diharapkan untuk dapat mentransmisikan nilai nilai, ide-ide, dan menyebarluaskan pengetahuan dengan cara membantu pertumbuhan atau perkembangan kognitif dan emosi, mengelompokkan atau menyeleksi siswa-siswa pada beberapa kategori antara lain bidang studi, jabatan, kepintaran dan sebagainya, dengan konsekuensi masa depan yang cerah. Secara organisasi, sekolah terdiri atas periode-periode, dan murid-murid dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkatan dan prestasi.

D.    Sekolah sebagai sarana Mobilitas sosial     
Mobilitas sosial ialah gerakan individu dari suatu posisi sosial ke posisi yang lain dalam struktur soaial.  Kita membedakan dua macam mobilitas sosial yaitu:
1.      Mobilitas sosial Horisontal yaitu Gerakan individu atau kelompok dalam ruanagan geografik (imigrasi)
Misalnya: Seorang guru SMA berpindah mengajar di SMK.
2.      Mobilitas sosial Vertikal yaitu gerakan individu turun naik dalam tangga mmasyarakat.
Misalnya : Seorang kepala dusun diangkat menjadi Kepala Desa.[3]
         Pendidikan di pandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk meningkat golongan sosial yang lebih tinggi. Pendidikan dilihat sebagai kesempatan beralih dari golongan satu ke golongan yang lebih tinggi dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai jalan bagi mobilitas sosial.
Pendidikan membuka kemungkinan adanya mobilitas sosial. Berkat pendidikan seseorang dapat meningkat dalam status sosialnya. Pendidikan secara merata memberi kesamaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah. Melalui pendidikan tiap warga negara dapat membaca surat kabar dan majalah yang sama, dapat memikirkan masalah-masalah politik,sosial,ekonomi yang sama.
Walaupun terdapat mobilitas sosial secara sektoral, banyak pula golongan rendah yang tetap dianggap rendah. Namun, kedudukan golongan rendah tidak statis akan tetapi akan terus bergerak maju apabila di beri pendidikan yang lebih banyak.
Banyak contoh-contoh yang dapat kita lihat di sekitar kita tentang orang yang meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang di perolehnya. Pada zaman dahulu orang yang menyelesaikan pelajaranya pada HIS, yaitu SD pada zaman belanda mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Apalagi kalau ia lulus MULO, AMS, atau perguruan tinggi maka makin besarlah kesempatanya untuk mendapatkan kedudukan yang baik dengan demikian masuk golongan menengah keatas.
 Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status anak-anak dari golongan rendah. Di sekolah mereka mempunyai hak yang sama atas pelajaran, mempelajari buku yang sama,mempunyai guru yang sama,bahkan berpakaian seragam yang sama dengan anak-anak golongan tinggi. Dengan prestasi yang tinggi dalam bidang akademis,olahraga,kegiatan ekstra-kulikuler,organisasi sekolah, dan lain-lain, mereka akan di hargai oleh semua murid. Dalam hubungan kelas mereka dapat mengikat tali persahabatan dengan anak-anak dari golongan sosial yang lebih tinggi yang mungkin dapat dilanjutkan di kemudian hari.[4]        












BAB III
PENUTUP

Sebagai sistem sosial, sekolah merupakan akumulasi komponen - komponen social integral yang saling berinteraksi dan memiliki kiprah yang bergantung antara satu sama lain.Eamroni,  menyatakan bahwa pendekatan microcosmis melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri, yang di dalamnya memiliki unsur-unsur untuk bisa disebut suatu masyarakat, seperti pemimpin, pemerintahan, warga masyarakat atau aturan dan norma-norma serta kelompok-kelompok sosialnya.



















REFERENSI

Abu, Ahmadi. 2007. Sosiologi pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.

Made, Pidarta. 1997. LANDASAN ILMU PENDIDIKAN Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Cet.1, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nasution. 2011. Sosiologi pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.


























[1]Made Pidarta, LANDASAN ILMU PENDIDIKAN Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, Cet.1, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1997), hlm. 168-170
[3] Abu ahmadi.Sosiologi pendidikan.jakarta:Rineka Cipta.2007.Hal 188
[4] Nasution.Sosiologi pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara.2011. hal 38-40.

0 Response to "Makalah Sosiologi Pendidikan (Sekolah Sebagai Sistem Sosial)"

Post a Comment