Untuk anda yang ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan klik link dibawah ini!.
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kalam, fiqih, filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan obyek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tashawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.sedangakn objek kajian fiqih adalah syariat. Jadi, dilihat dari aspek obyek keempat ilmu itu membahas yang berkaitan dengan ketuhanan.
Baik ilmu kalam,fiqih, filsafat maupun tashawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula berusaha menghampiri kebenaran baik tentang alam maupun manusia atau tentang Tuhan. Sementara itu tashawuf dengan metodenya yang tipikal berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan kebenaran spiritual menuju Tuhan. Dalam kaitannya dengan ilmu kalam itu tashawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq dan wijjan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku kedua ilmu ini.
Keduanya memiliki hubungan yang kuat bahwasanya ilmu kalam berfungsi sebagai pengendali ilmu tashawuf. Ilmu tashawuf juga memiliki fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Disini pemakalah akan menjelaskan tentang hubungan filsafat islam dengan ilmu-ilmu lainnya. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dibahas mengenai filsafat Islam dan hubungannya dengan disiplin Islam lainnya (ilmu kalam, tasawuf, dan fiqih).
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN DISIPLIN ISLAM LAINNYA ( ILMU KALAM, TASAWUF, DAN FIQIH )
A. Ruang Lingkup Filsafat Islam
1. Pengertian Filsafat Islam
Filsafat Islam terdiri dari dua kata yaitu filsafat dan Islam.[1]Filsafat berasal dari kata yunani, yaitu philosophia, kata beragkai dari kata philein yang berarti mencintai, dan sophia berarti kebijaksanaan. philosophia berarti: cinta akan kebijaksanaan (inggris : love of wisdom, belanda : wijsbegeerte, arab : muhibbun al hikmah ), orang yang berfilsafat atau orang yang melakukan filsafat disebut “filosof”, artinya pecinta kebijaksanaan.[2]
Sedangkan kata Islam, secara semantik berasal dari akar kata salima artinya menyerah, tunduk, dan selamat. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah, dan dengan menyerahkan diri kepada-Nya maka ia memperoleh keselamatan dan kedamaian.[3]
Jadi filsafat Islam berarti berpikir yang bebas, radikal, dan berada pada taraf makna, yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberi kedamaian hati. [4]
2. Obyek Materia- Formanya filsafat islam
Obyek filsafat islam adalah menelaah hakikat tentang Tuhan, tentang manusia dan tentang segala realitas yang nampak dihadapan manusia. Adapun obyek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahsan pokok :
a) Al- wujud atau ontologi
Pembahasan ontologi mencakup hakikat segala yang ada (al manjudad ).
b) Al-mar’rifat atau epistimologi
Pembahasan epistimologi bersangkutan dengan hakikat pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa pengetahuan dapat diperoleh.
c) Al-Qayyim atau aksiologi
Pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai.[5]
3. Aliran-Aliran Filsafat Islam
a. Aliran Paripatetik
Secara harfiah paripatetik atau masysya'iyah berarti jalan mondar-mandir. penamaan aliran ini sangat jelas terpengaruh oleh pemikiran Yunani, yang dibangun oleh Aristoteles dan Plato. meskipun banyak melakukan revisi terhadap pemikiran Yunani aliran ini dibangun atas dasar Aristotellanisme dan Neo Platonis. aliran Paripatetik dinisbatkan kepada tokoh-tokoh filsuf islam generasi awal, diantaranya Al-Farabi dan ibn-sina. aliran ini sangat menekankan metode diskursif-demonstratif dengan menekankan pada aspek rasionalitas manusia.
b. Aliran Hikmah Isyraqiyah
Aliran iluminasi menurut berbagai sumber didasarkan pada ajaran Plato. aliran ini dinisbatkan kepada seorang filsuf- sufi islam yaitu syihabudin suhrawardi al-maqtul. secara epistemologi, aliran ini sangat menekankan perolehan kebenaran melalui pengalaman intuitif kemudian mengelaborasi dan memverifikasinya secara logis.
Mengenai proses mendapatkan pengetahuan yang dalam bahasa iluminasi disebut dengan pencerahan (isyraq) menurut suhrawardi ada empat tahapan yang dilalui yaitu:
1) Tahap pertama adalah pembebasan diri dari kecenderungan-kecenderungan duniawi untuk menerima pengalaman Ilahi.
2) Tahap iluminasi, yaitu tahapan ketika manusia mendapatkan penglihatan akan sinar ketuhanan serta mendapatkan apa yang disebut dengan cahaya ilham.
3) Tahap diskursif, yaitu pengetahuan yang didapatkan dengan pencerahan, kemudian dikonstruksi melalui premis-premis yang didasarkan pada logika diskursif.
4) Tahap keempat, yaitu tahapan pembahasan dan penulisan.
c. Aliran Teosofi Transendental
Teosofi Transendental merupakan aliran filsafat islam yang didirikan oleh Mulla Shadra dalam merumuskan alirannya berusaha memadukan konsep-konsep pemikiran islam yang telah dibangun sebelumnya yaitu pemikiran kalam, paripatetik, ilmunisasi dan sufisme.
Secara epistemologi, teosofi transendental menekankan tiga prinsip utama dalam perolehan ilmu pengetahuan yaitu:
1) Intuisi intelektual atau isyraq
2) Pembuktian rasional secara deduktif-silogistik
3) Syariat dalam hal ini nash al-Qur'an dan hadis.
Dengan demikian filsafat hikmah atau teosofi transendental adalah kebijaksanaan yang diperoleh melalui pencerahan spiritual atau intuisi intelektual dan disajikan dalam bentuk argumentasi yang rasional dan didasarkan pada nash-nash islam.
Klasifikasi pengetahuan, dalam pandangan pemikir muslim, khususnya pemikir ilmunisasi teosofi transendental, secara umum terbagi dua yaitu:
1) Ilmu hushuli (knowledge by represence), yaitu pengetahuan manusia yang masih menggunakan perantara antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui mengalami keterpisahan.
2) Ilmu hudhuri (knowledge by presence), yaitu pengetahuan manusia yang tidak menggunakan perantara, objek pengetahuan hadir dalam jiwa manusia sebagai subjek yang mengetahui.[6]
4. Perbedaan Filsafat Barat, Timur, dan Arab
Jika ditinjau dari wilayah geografis tempat lahir dan berkembangnya filsafat, maka kita dapat membedakan adanya dua jenis filsafat, yaitu filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat barat lahir di yunani pada abad ke-6 dan ke-5 SM dan berkembang di Eropa, khususnya eropa barat ( jerman, belanda, dan lain-lain ) dan di amerika serikat, kanada, dan australia.
Filsafat timur lahir dan berkembang terutama di negara-negara asia (china, india, jepang, korea, indonesia ). Sedangkan filsafat arab merupakan bagian dari filsafat timur, karena kalau dilihat dari letak geografisnya arab merupakan bagian dari timur tengah.
Filsafat barat dan timur memiliki perbedaan yang cukup mendasar dalam mengiterprestasikan aspek-aspek tertentu dalam kehidupan, antara lain dalam memaknakan kedudukan manusia (individu ), tuhan, realitas, dan agama. Perbedaan-perbedaan dalam menginterprestasikan kehidupan tersebut mengakibatkan perbedaan-perbedaan dalam hal-hal lainnya seperti metode untuk menyusun pengetahuan (filsafat) sistematikanya, ciri-ciri khasnya, jenis-jenis terapannya, pusat-pusat aktifitasnya, dan aliran-aliaran atau jenis-jenis filsafatnya.
Berdasarkan pada pembedaan antara filsafat barat dan timur diatas menjadi tampak jelas mengapa filsafat barat dan bukan filsafat timur yang dipelajari di perguruan tinggi. Pertama, filsafat barat erat berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Ilm pengetahuan yang kita pelajari di perguruan tinggi berasal dari barat dan lahir dari filsafat barat. Kedua, dunia akademis dan sistem pendidikan di negara kita pada dasarnya merupakan warisan tradisi pendidikan dari filsafat barat. Ketiga, landasan filsafati ilmu pengetahuan( yakni metafisika, epistimologi dan aksiologi )adalah landasan-landasan filsafat barat dan dipelajari secara detail dalam filsafat barat.[7]
B. Hubungan Filsafat Islam dengan Disiplin Islam Lainnya (Ilmu Kalam, Tasawuf, dan Fiqih )
Hubungan filsafat Islam dengan ilmu kalam | - Filsafat Islam: Mengandalkan akal dalam mengkaji objeknya Allah, alam dan manusia. tanpa terikat dengan pendapat yang ada (pemikiran-pemikiran yang sama sifatnya, hanya berfungsi sebatas masukan dan relatif). nash-nash agama hanya sebagai bukti untuk membenarkan hasil temuan akal. - Ilmu Kalam: Mengambil dalil aqidah sebagai tertera dalam wahyu yang mutlak kebenarannya untuk menguji objeknya Allah dan sifat-sifatNya, serta hubungan Allah dengan alam dan manusia sebagai tertuang dalam kitab suci, menjadikan filsafat sebagai alat untuk membenarkan nash agama. Walaupun objek dan metode kedua ilmu ini berbeda tapi saling melengkapi dalam memahami Islam dan pembentukan aqidah muslim.[8] |
Hubungan Filsafat Islam dengan Tasawuf | Tasawuf sebagai suatu ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang muslim berada sedekat mungkin dengan Allah, dapat dibedakan kepada Tasawuf Amali/ Akhlaqi dan Tasawuf Falsafi. Dari pengelompokan ini tergambar adanya unsur-unsur kefilsafatan dalam ajaran Tasawuf. objek filsafat membahas segala sesuatu yang ada, baik fisika maupun metafisika yang dikaji dengan mempergunakan argumentasi akal dan logika. objek tasawuf pada dasarnya mengenal Allah, baik dengan jalan ibadah maupun melalui ilham dan intuisi.[9] |
Hubungan Filsafat Islam dengan Fiqih | Dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-qur'an yang berkenaan dengan hukum diperlukan ijtihad, yaitu suatu usaha dengan mempergunakan akal dan prinsip kelogisan untuk mengeluarkan ketentuan-ketentuan hukum dari sumbernya. mengingat pentingnya ijtihad ini para pakar hukum islam menganggapnya sebagai sumber hukum ketiga, setelah Al-qur'an dan hadis. termasuk dalam ijtihad tersebut adalah Qiyas, yakni menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang lain yang ada nash hukumnya atas dasar persamaan illat (sebab) dalam menentukan persamaan diperlukan pemikiran.[10] Tanpa filsafat, fikih akan kehilangan semangat untuk perubahn, dan fikih dapat menjadi beku, bahkan membelenggu ijtihad.[11] |
C. Peran Filsafat Islam bagi Problematika Manusia Modern
Di Indonesia sampai hari ini, keilmuan Islam yang dikembangkan masih di pengaruhi oleh adanya dikotomi ilmu, yang membagi antara ilmu umum dan ilmu agama, dengan institusi yang berbeda pula, yang satu berada di bawah Debdikbud dan satunya lagi di bawah Depag, dan celakanya ilmu agamalah yang dianggap ilmu keislaman, sehingga dalam studi keislaman, yang menjadi fokus adalah kajian-kajian ilmu agama, seperti kajian fiqih, ilmu kalam dan yang serumpunnya. Adapun kedokteran, arsitektur dan yang serumpunnya berada diluar kajian keilmuan islam. Padahal dalam al-Quran, semua ilmu merupakan satu kesatuan dan hakikatnya adalah penjelmaan dan erpanjangan saja dari ayat-ayat tuhan sendiri, baik ayat-ayat Tuhan yang ada dan tertulis dalam kitap suci dan sejarah, atau yang tersiratdalam alam semesta dan dalam diri manusia sendiri.
Dalam menghadapi kompleksitas dan pluralitas persoalan kemanusiaan dewasa ini, maka di perlukan suatu tauhid ilmu-ilmu untuk mendeksi dan memecahkan persoalan tersebut, suatu pendekatan yang sering di sebut sebagai multidicipline approach, yang basisnya adalah filsafat. Selanjutnya dalam kajian keilmuan islam, maka posisi filsafat islam adalah landasan adanya integrasi berbagai disiplin da pendekatan yang makin beragam, karena dalam bangunan epistimologi islam, mau tidak mau filsafat islam dengan metode rasional transindentalnya dapat menjadi dasarnya.[12]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Filsafat Islam berarti berpikir yang bebas, radikal, dan berada pada taraf makna, yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberi kedamaian hati.
Obyek filsafat islam adalah menelaah hakikat tentang Tuhan, tentang manusia dan tentang segala realitas yang nampak dihadapan manusia. Adapun obyek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahsan pokok :
a. Al- wujud atau ontologi
b. Al-mar’rifat atau epistimologi
c. Al-Qayyim atau aksiologi
Aliran-Aliran Filsafat Islam, yaitu: Aliran Paripatetik, Aliran Hikmah Isyraqiyah, dan Aliran Teosofi Transendental.
Filsafat barat dan timur memiliki perbedaan yang cukup mendasar dalam mengiterprestasikan aspek-aspek tertentu dalam kehidupan, antara lain dalam memaknakan kedudukan manusia (individu ), tuhan, realitas, dan agama.
Antara filsafat Islam dengan ilmu lainnya (ilmu kalam, ilmu tasawuf, dan fiqih) mempunyai kesatuan, pertautan, dan saling mengisi. Untuk menghadapi kompleksitas dan pluralitas persoalan kemanusiaan dewasa ini, maka di perlukan suatu tauhid ilmu-ilmu untuk mendeksi dan memecahkan persoalan tersebut, suatu pendekatan yang sering di sebut sebagai multidicipline approach.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2011. Pengantar filsafat barat. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Asy’arie, Musa. 2002. Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir. Yogyakarta : LESFI
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama
Suhendi, Hendi. 1999. Perspektif Filsafat Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
[1]Musa Asy’arie, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir (Yogyakarta : LESFI, 2002), hlm. 1
[2]Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 1
[3] Musa Asy’arie, Op. Cit., hlm. 5
[5] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004 ), hlm. 6-8
[6] Hendi Suhendi, Perspektif Filsafat Islam (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.223
[7]Zainal Abidin, Pengantar filsafat barat ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 1-4
[8]Hasyimsyah Nasution, Op. Cit., hlm. 6
[11]Musa Asy’arie, Op. Cit., hlm. 34
[12]Ibid., hlm. 32-34
0 Response to "Makalah Filsafat Islam (Filsafat Islam dan Hubungannya dengan Disiplin Islam Lainnya)"
Post a Comment